Saat tangan dingin itu menggenggam pergelangan tanganku, aku
berteriak sekuat-kuatnya. Tapi teriakan itu terasa seperti terhisap ke dalam
ruangan.
Gelap. Hening. Dingin.
Aku sendirian di kelas 12F yang sangat mencekam. Dimas
menghilang entah di mana.
“Kamu belum bantu aku…”
Suara itu Kembali terdengan. Dekat. Sangat dekat.
Aku menoleh—dan Tania sudah berdiri tepat di belakangku.
Rambut panjangnya basah, meneteskan air seperti baru keluar
dari sumur. Matanya kosong, hitam, tapi aku bisa merasakan kemarahan dan
kesedihan di dalamnya.
“Ujian belum selesai, Rina…”
Aku gemetar. Tapi entah kenapa, tubuhku bergerak sendiri.
Kakiku melangkah menuju bangku paling belakang, tempat Tania duduk di mimpiku.
Di atas meja itu ada sebuah buku tulis lusuh. Di halaman
pertama, tertulis:
“Hari ini, aku akan bicara pada wali kelas. Aku tidak tahan
dibully teman-teman sekelas.”
Tania pernah ada. Dia nyata. Dan dia menyimpan dendam.
Aku terus membaca, tulisan tangan Tania berubah makin kacau.
Ada catatan tentang intimidasi, ancaman, dan kejadian-kejadian aneh sebelum ia
menghilang.
Sampai di halaman terakhir, hanya ada satu kalimat yang
berulang-ulang:
“Mereka mengurungku di sini.”
“Mereka bilang aku mengganggu kelas.”
“Mereka bilang aku bukan bagian dari dunia mereka.”
Tiba-tiba… suara langkah kaki.
Dimas! Dia muncul dari balik lemari belakang. Pucat,
keringat dingin, cepat-cepat menghampiriku.
“Rina… buku itu—jangan dibaca semua!”
Tapi aku sudah terlanjur membaca halaman terakhir.
Dan saat itu juga, dinding kelas berubah.
Tulisan-tulisan penuh coretan muncul di setiap tembok:
“Minta maaf.” “Tania tak akan diam.” “Kembalikan nilainya.”
Bayangan-bayangan muncul, bukan cuma Tania. Tapi juga
sosok-sosok lain. Murid-murid lain.
Dimas jatuh terduduk, menutup wajahnya. Satu per satu
bayangan itu mendekat. Aku merasa dunia ini bukan milikku lagi.
Pintu terkunci. Jendela menyatu dengan tembok.
Aku memejamkan mata dan berteriak,
“APA YANG HARUS KAMI LAKUKAN?! APA YANG KAU MAU, TANIA?!”
Sunyi. Lalu…
“Ceritakan. Ceritakan yang sebenarnya. Biar semua tahu… aku
tidak menghilang. Aku DIHILANGKAN.”
Tiba-tiba, kami berdua terbangun di koridor.
Pintu kelas 12F tertutup rapat. Tidak ada bekas apa pun.
Tapi di tanganku, buku itu masih ada.
Halaman terakhir kini hanya bertuliskan:
"Terima kasih. Sekarang, ujian terakhir kalian dimulai.
Bersambung
Sebelumnya Episode 1
ep

Komentar
Posting Komentar